15 research outputs found

    Tanggap Empat Varietas Paprika (Capsicum Annuum Var. Grossum) Terhadap Jumlah Cabang Berbeda Di Dataran Tinggi Lembang, Jawa Barat

    Full text link
    Pada saat ini, beberapa varietas paprika baru telah tersedia sebagai pilihan alternatif petani. Setiap varietas paprika mempunyai tipe pertumbuhan dan kapasitas masing-masing dalam memproduksi buahnya. Di Indonesia, penelitian tentang pengaruh jumlah cabang per tanaman baru dilakukan pada beberapa varietas saja tetapi pada varietas paprika lainnya belum dilakukan.Penelitian dengan tujuan mengetahui tanggap empat varietas paprika (Capsicum annuum var. Grossum) terhadap jumlah cabang berbeda telah dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang (1.250 m dpl.), Jawa Barat dari bulan April sampai bulan Desember 2010. Dua faktor perlakuan yang dicoba pada penelitian ini, yaitu (1) jumlah cabang per tanaman (dua, tiga, dan empat cabang), dan (2) varietas (Spider, E 41.9560, Zamboni, dan Inspiration). Kombinasi perlakuan tersebut diatur dengan menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah cabang per tanaman berpengaruh nyata terhadap hasil paprika dan tanaman paprika dengan tiga cabang per tanaman memberikan hasil total dan kelas buah >200 g tertinggi yang berbeda nyata dengan tanaman paprika dengan dua dan empat cabang per tanaman. Rerata hasil total paprika dengan tiga cabang per tanaman ialah 19% lebih tinggi daripada dengan dua cabang per tanaman dan 15% lebih tinggi daripada dengan empat cabang per tanaman. Pada kelas buah >200 g, tanaman paprika yang ditanam dengan tiga cabang per tanaman berturut-turut 16% dan 19% lebih tinggi daripada tanaman paprika yang ditanam dengan dua dan empat cabang per tanaman. Hasil paprika tidak berbeda nyata di antara keempat varietas yang dicoba dan rerata hasil total paprika pada percobaan ini ialah 12,05 kg/m2. Rerata bobot buah varietas E 41.9560 tertinggi yang berbeda nyata dibandingkan dengan rerata bobot buah ketiga varietas lainnya. Rerata bobot buah yang tertinggi kedua ditunjukkan oleh varietas Zamboni, kemudian diikuti oleh varietas Inspiration dan Spider. Rerata bobot buah dari varietas E 41.9560, Zamboni, Inspiration, dan Spider berturut-turut 250, 231, 220, dan 205 g. Hasil penelitian ini merekomendasikan bahwa apabila yang diinginkan buah dengan ukuran besar maka varietas E 41.9560 atau Zamboni yang ditanam, sedangkan bila yang diinginkan buah dengan ukuran sedang maka varietas Spider atau Inspiration yang ditanam. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk pemilihan varietas dan teknik budidaya paprika dalam kondisi rumah plastik di dataran tinggi

    Penggunaan Pupuk Kalium Sulfat Sebagai Alternatif Sumber Pupuk Kalium Pada Tanaman Kentang

    Full text link
    . Gunadi, N. 2007. The Use of Potassium Sulphate as an Alternative Source of Potassium Fertilizer in Potato. An experiment to determine the effect of potassium sulphate as an alternative source of potassium fertilizer in potato was conducted at a farmer's field in Padaawas Village, Pangalengan Subdistrict (1,400 m asl), Bandung District, West Java, from March to June 2002. Randomized completely block design with 3 replications was used in the experiment. The treatments consisted of combination of rate and source of potassium fertilizer (potassium chloride and potassium sulphate) i.e. (1) 0 kg K2O, (2) 50 kg K2O (KCl), (3) 100 kg K2O (KCl), (4) 150 kg K2O (KCl), (5) 200 kg K2O (KCl), (6) 250 kg K2O (KCl), (7) 50 kg K2O (K2SO4), (8) 100 kg K2O (K2SO4), (9) 150 kg K2O (K2SO4), (10) 200 kg K2O (K2SO4) and (11) 250 kg K2O (K2SO4). The results indicated that although the use of potassium sulphate in potato with a rate of 250 kg K2O per ha increased some growth parameters and yield components of potato, but it could not be easily replaced by the use of potassium chloride, which is commonly used by the farmers. The use of potassium sulphate affect positively only on specific gravity, but not on sugar reduction and starch content. The results could be used as a recommendation to select the source of potassium in potato production

    Respons Tanaman Tomat terhadap Penggunaan Pupuk Majemuk NPK 15-15-15 pada Tanah Latosol pada Musim Kemarau

    Full text link
    . Percobaan bertujuan mendapatkan dosis pupuk majemuk NPK 15-15-15 yang optimal untuk pertumbuhandan hasil, serapan N, P, dan K pada tanaman tomat. Penelitian dilaksanakan pada tanah Latosol milik petani di DesaSukaresik (700 m dpl), Kabupaten Sumedang, Jawa Barat pada bulan Mei sampai November 2005. Perlakuan pupukmajemuk NPK 15-15-15 dosis 0, 250, 500, 750, 1.000, dan 1.250 kg/ha disusun dalam rancangan acak kelompokdengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk majemuk NPK 15-15-15 dosis 1.000 kg/hamemberi pengaruh terbaik terhadap tinggi tanaman, serapan N, P, dan K, bobot basah dan kering tanaman serta hasilbuah tomat. Kebutuhan pupuk untuk tanaman tomat pada tanah Latosol di Sumedang adalah 213,07 kg N/ha, 28,51kg P/ha, dan 35,69 kg K2O/ha

    Identifikasi Potensi Dan Kendala Produksi Paprika Di Rumah Plastik

    Full text link
    . Adiyoga, W., N. Gunadi, T. K. Moekasan, and Subhan. 2007. Identification of Potential and Constraint of Sweet Pepper Cultivation in Plastichouse. An exploratory survey was carried out in August to October 2003 in sweet pepper production center, Lembang, Bandung, West Java, to obtain general situation of vegetable production technology, especially sweet pepper, in plastichouse, and to identify potentials and constraints of existing cultural practices. There were 17 interviewed farmers that were selected purposively. The results showed that sweet pepper is the most important vegetable cultivated in plastichouse, followed by tomato, cherry tomato, and cucumber. Farmers usually mix 4–14 l of nutrient with 1000 l of water, apply with the dosage of 750–2000 ml/plant/day, as many as 3-5 times/day. The most important pest is thrips, followed by some diseases, such as fusarium wilt, and downy mildew. Estimated production cost per plant is between Rp. 7.000 to Rp. 10.000. The biggest expense is for nutrients, followed by labor, pesticide, seed, and media, subsequently. Outlets mostly used by respondents are assembly markets/traders, private companies, and cooperatives. Maximum price of sweet pepper usually occurs between January and May, while the minimum price frequently occurs between June and August. Efficiency indicators indicate that the R/C\u27s for tomato, sweet pepper, cherry tomato, and cucumber are positive (profitable). Main constraints of vegetable production in plastichouse based on their rank of importance, as perceived by farmers are pest and disease incidence, quality of plastichouse construction, capital availability, labor availability, nutrient availability, pesticide availability, water/irrigation availability, media availability, price fluctuation, and technical information availability. Potentials for further development as reflected by domestic and export market opportunities, are still promising. However, further development should be pursued cautiously, since there is a high dependence on main inputs that are still imported, such as seeds and UV-plastic

    Aspek Nonteknis dan Indikator Efisiensi Sistem Pertanaman Tumpang Sari Sayuran Dataran Tinggi

    Get PDF
    Penelitian ini dilaksanakan di sentra produksi sayuran dataran tinggi Pangalengan, Jawa Barat pada bulan No vem ber2001. Observasi lapang dan survai for mal melalui wawancara dengan 23 orang petani responden diarahkan untukmemperoleh data/informasi dasar mencakup aspek non-teknis dan indikator efisiensi sistem pertanaman tumpangsaripada komunitas sayuran dataran tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas sayuran utama yangdiusahakan secara monokultur maupun tumpangsari di Pangalengan adalah kentang, kubis, petsai, cabai dan tomat.Petani mempersepsi kentang sebagai komoditas sayuran yang teknik budidayanya pal ing dikuasai serta pal ing dapatdiandalkan/menguntungkan. Sementara itu, tomat dan kubis dikategorikan sebagai jenis sayuran yang memiliki risikoproduksi pal ing tinggi (terutama dikaitkan dengan risiko kehilangan hasil panen akibat serangan hama penyakit).Sebagian besar petani responden cenderung lebih sering memilih sistem pertanaman tumpangsari berdasarkanpertimbangan (a) memberikan ruang gerak yang lebih leluasa bagi petani untuk menghindarkan kemungkinankehilangan hasil secara to tal serta kerugian finansial yang disebabkan oleh rendahnya harga salah satu komoditas yangditanam, (b) memanfaatkan lahan dan energi sinar matahari secara lebih efisien, (c) instabilitas hasil yang disebabkanoleh cekaman lingkungan maupun serangan hama penyakit secara keseluruhan dapat dikurangi oleh karena sistemterdiri dari dua atau lebih spesies tanaman yang berbeda, (d) memungkinkan penggunaan tenaga kerja dan modalproduksi secara lebih efisien, dan (e) dua atau lebih cabang USAha (jenis tanaman) yang menopang sistem tersebutdapat saling menutupi jika salah satu di antaranya mengalami kerugian. Sebagian besar petani responden cenderungmemberikan penilaian positif terhadap sta tus sistem pertanaman tumpangsari berkaitan dengan kemungkinanpeningkatan pendapatan USAhatani, pengurangan risiko harga/hasil dan pemeliharaan/perbaikan kelestarianlingkungan. Evaluasi produktivitas sistem pertanaman tumpangsari menunjukkan bahwa nisbah kesetaraan lahanuntuk berbagai kombinasi tanaman, berkisar antara 1,13-2,10. Berdasarkan urutan kepentingannya, petanimempersepsi fluktuasi harga, ketersediaan modal dan insiden hama penyakit sebagai tiga kendala terpentingkeberhasilan sistem pertanaman tumpangsari sayuran dataran tinggi. Secara berturut-turut kemudian diikuti olehketersediaan lahan, ketersediaan pupuk/pestisida, ketersediaan air/pengairan, erosi tanah atau kesuburan tanah,ketersediaan informasi teknis dan ketersediaan tenaga kerj
    corecore